FKUB Jateng Dukung Pembangunan GBI Tlogosari

Bangunan GBI Tlogosari ditutupi seng. Foto Nurus Solehen-Toleran Semarang, Toleran- Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Jawa Tengah ...

Polemik IMB GBI Tlogosari Belum Tuntas

Bangunan GBI Tlogosari ditutupi seng. Foto Nurus-Toleran



Semarang, Toleran- Konflik pendirian Gereja Baptis Indonesia (GBI) Tlogosari, Semarang, Jawa Tengah belum usai. Hingga kini belum ada titik temu antara pihak gereja dan kelompok penentang. Kelompok yang dimaksud adalah sebagian kelompok masyarakat di sekitar gereja.

GBI Tlogosari mengaku telah memiliki Izin Prinsip dan Izin Mendirikan Bangunan yang diterbitkan Pemkot Semarang. Meski telah mengantongi izin, pembangunan rumah ibadah ditentang sekelompok orang yang mengakibatkan proses pembangunan dihentikan.

Pendeta GBI Tlogosari, Pdt. Wahyudi mengungkapkan, dua hari lalu, tepatnya 21 Februari 2020 pihaknya kembali diminta Polrestabes Semarang menghentikan proses pembangunan. 

"Kami kemarin dihubungi supaya berhenti dulu selama satu minggu," jelasnya, Minggu (23/2/2020).

Menurut Wahyudi, instruksi penghentian itu disampaikan polisi dengan alasan masih menunggu proses komunikasi lanjutan antara Pemkot Semarang dengan pihak penolak. 

"Setelah itu kami baru diperbolehkan melanjutkan pembangunan," imbuh Pdt. Wahyudi.

Wahyudi menjelaskan, penolakan pendirian GBI Tlogosari sudah terjadi berulang kali. Polemik itu bermula saat jemaat GBI Tlogosari berkeinginan memindahkan gereja yang masih berbentuk rumah di Jalan Kembang Jeruk XI No. 11 RT 6 RW VIII, Tlogosari Kulon ke Jalan Malangsari No. 83, di kelurahan yang sama.


Pendeta GBI Tlogosari, Wahyudi, saat ditemui di rumahnya. Foto Nurus Solehen-Toleran

Keinginan tersebut mulai diwujudkan pengurus gereja dengan membeli sebidang tanah pada 1991. Lalu, pada 1995 mulai mengurus IMB, yang akhirnya izin keluar pada 1998.

Setelah memperoleh izin, pihak gereja bermaksud mulai membangun. Namun, pada 8 Juni 1998, mendapat penolakan untuk yang pertama kalinya. Pihak gereja memilih mengalah dengan menghentikan aktivitas pembangunan gereja untuk sementara. 

Selang beberapa tahun, tepatnya pada 2002, pembangunan kembali dilanjutkan. Akan tetapi, warga kembali menolak. Sehingga, proses pembangunan dihentikan lagi.

Pada 6 Juli 2019, pihak gereja bermaksud melanjutkan pembangunan. Untuk ketiga kalinya, pada 1 Agustus 2019, kembali diprotes warga yang kira-kira berjumlah 25 orang. Intimidasi juga dialami pihak gereja dan pekerja yang akan membangun rumah ibadah.

Kepala Kepolisian Sektor Pedurungan AKP Eko Rubiyanto mengakui proses pembangunan gereja dihentikan sementara. Kata dia, pembangunan akan dilanjutkan setelah mendapat kepastian dari Pemkot Semarang. 

"Pendirian gereja masih menunggu audiensi antara wali kota dengan masyarakat sekitar," kata AKP Eko saat dihubungi Toleran, Minggu (23/2).

Sejauh ini, kepolisian mengklaim tidak ada gejolak apapun yang terjadi. Kedua belah pihak diklaim saling terbuka dan menerima putusan terbaik dari pihak Pemkot Semarang.


Hal Senada disampaikan Intel Polrestabes Semarang AKBP Gugi Gunting Rusa. Menurutnya Pemkot Semarang dalam hal ini Bakesbangpol sudah betugas sesuai fungsinya. 

"Kalau polisi hanya fokus pengamanan, tapi kalau soal teknis media itu pemerintah yang tahu," tandasnya.

Mediasi Berjalan Alot

Setelah penolakan beberapa kali, pihak gereja diundang mengikuti mediasi di dua tempat sekaligus. Pertama di Kecamatan Pedurungan, kedua di kantor Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Semarang. Namun, keduanya tak menemui titik terang.

Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi memanggil sejumlah pihak dari gereja, kelompok penolak, FKUB hingga aparat Polri dan TNI di kantornya pada 6 Agustus 2019.

Dalam pertemuan tersebut, Hendrar menyerahkan mekanisme penyelesaian kepada FKUB. Namun, Wali Kota menjamin tetap melindungi jemaat dan mencarikan lokasi baru sebagai pengganti jika pihak GBI merasa tidak nyaman di lokasi lama.

Pemkot Semarang berusaha menengahi dengan mengundang kedua belah pihak. Dalam kesempatan itu, pihak gereja diminta menggalang dukungan berupa tanda tangan sesuai Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri nomor 9 dan nomor 8 tahun 2006. 

Pendeta GBI Tlogosari, Pdt. Wahyudi kecewa dengan permintaan tersebut.

"Padahal status kami sudah memiliki IMB resmi pada 1998 tapi disuruh mengurus persyaratan kembali," jelasnya.

Namun, pihak gereja mengalah dengan cara menuruti permintaan tersebut. "Tapi, lagi-lagi setelah kami berhasil mendapatkan tanda tangan, hasilnya dimentahkan FKUB. Dan sampai sekarang masih saja ada permintaan ini itu," tandasnya.

Salah satu warga penolak pendirian gereja, Nur Aziz mengklaim sudah tidak ada lagi konflik pendirian rumah ibadah. 

"Isunya sudah bergeser ke masalah bangunan liar yang tak ada izinnya," jelasnya melalui pesan singkat.

Pemkot Semarang Tidak Tegas

Direktur LBH Semarang Zaenal Arifin menilai Pemkot Semarang terlalu lamban mengatasi persoalan yang sebenarnya sudah berlangsung sejak 1998 tersebut. Artinya, selama 22 tahun Pemkot belum sanggup memberi jalan terang.



Direktur LBH Semarang, Zainal Arifin. Foto Nurus Solehen



Selama ini, jemaat GBI Tlogosari sendiri hanya bisa beribadah di gereja yang masih berbentuk rumah biasa.

Atas kekecewaan ini, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia-Lembaga Bantuan Hukum (YLBHI-LBH) Semarang pernah melaporkan Pemkot Semarang ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).


Reporter: Tim Redaksi
Editor: Rudiyanto

0 Response to "Polemik IMB GBI Tlogosari Belum Tuntas"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel